Mengenai Saya

Foto saya
My Name : dr. Jopie Artha Alhitya Dane .Spa Kita hanya miliki waktu yang terbatas. Ketika cahaya masih bersinar di atas sebelum kau ditelan gelap Dan aku kembali terlelap Kau hanya semu katanya, tidak pernah nyata Tapi hanya dirimu yang begitu dekat denganku selain Tuhan dan Bundaku.

Minggu, 24 Juli 2011

Mahkota Daun Nangka

"Fhatin, kubuatkan mahkota ya?" ucap Artha dengan membawa banyak lembar daun nangka, di kebun buah milik kakekku di Jepara.

"kubuatkan untukmu, nanti  kamu sebagai ratunya dan aku rajanya" lanjut Artha saat mahkotanya hampir jadi, dan aku hanya memandanginya dari ayunan terbuat dari roda truk, dengan tersenyum.

"ini sudah jadi. kesinilah Fhatin, biar kupakaikan"  aku berlari menuju Artha dengan wajah ceria, Artha memakaikan

"kamu cantik Fhatin" bisik artha

"terimakasih Artha" kataku dengan muka sedikit memerah

"kamu balik ke KL kapan Fhatin?" tanya Artha di kursi jati berukir burung merak

"besok pagi" kulempar senyum untuknya, senyum berpisah. dan setelah itu tidak pernah bertemu lagi.

--------------------------------------

LimaBelas tahun kemudian, tiba tiba Artha bersama keluarganya ke rumahku dan melamarku.

"Artha, sandiwara kita waktu aku umur 8 tahun dan kamu 10 tahun, sekarang menjadi nyata" ucapku dibalik menundukku, ketika di hadapan Artha dalam ruangtamuku.

Di Sebuah Ruang


siapa yang menyodorkan mimpi semalam
hingga ku lalui alur ceritanya tanpa rekayasa

di tidurmu, nafasmu beda
ada bunga bunganya (mungkin juga bintang)
dan di langit sana terang
kembali kutemu jejakmu
ku taruh seikat mimpi di lelapmu
tanpa tanda tamat

berarti rasa seperti dongeng
aku bisa mendengarnya hingga larut
dan kubayangkan tanpa tercatat
ahirnya mirip nyata yang berjalan sesaat

bukankah hari selalu bersalin
dan penuh kenyataan yang lain
namun bukan di segala yang ku simpan
untukmu, sebuah ruang rutin, dan setia
seperti sebuah lukisan pemandangan
di mana kita berdua, sampai di sana (sebenarnya)

seperti tidak aneh
namun segala yang ada,
hanya di sebuah perjalanan mimpi
tidak ada janji,
barangkali ini hanya sebuah permen
yang di lidah menjadi rasa jeruk kesukaan kita

akupun ingin menyelesaikan
dan menuju untuk kenyataan
dengan berkata : 
"bahwa semuanya percuma saja" 
namun ini terjadi dalam mimpi
tak seharusnya ada keluh di sesuatu yang jatuh
seperti daun jambu yang runtuh

di mana rasa telah memilih maknanya sendiri
dan biarkan saja dalam hati meralat kalimat kalimat
atau bunyi dari harapan yang terpaku nasib
sembari aku sesekali menelan ludah
dan berkata "apa daya"
begitu?

meskipun pada suatu waktu, kita ternyata tidak bertemu
namun kenyataan, biar cinta halnya lumut 
yang mungkin akan tetap di sini
apapun maknanya

Ahirnya, Ku Tuliskan

kau bermula dari kata kata
pada puisi yang ku tulis, di hari yang tak pernah
ku tahu ada apa (sebenarnya)

tetapi merindumu, adalah segala ingin
yang membuka
lembar lembar kertas dari tubuh pensilku
menyulam menjadi kaca
dan mengajakku belajar dengan
bayang bayang

pada musimku, kini apa bisa
menuai cinta dari rumah ketidakmungkinan
setelah tikungan kesekian kali
di setiap jalan yang kupasang rahasia

selalu saja ku hayati
kesegaran bau bayangmu di dingin
seraya ku gumamkan berulangkali dengan lidahku
"puisiku yang diam, hendak bicara , darimana asmara ada
sebelum darah, lebih jinak dari kata"

Ahirnya, Ku Tuliskan

kau bermula dari kata kata
pada puisi yang ku tulis, di hari yang tak pernah
ku tahu ada apa (sebenarnya)

tetapi merindumu, adalah segala ingin
yang membuka
lembar lembar kertas dari tubuh pensilku
menyulam menjadi kaca
dan mengajakku belajar dengan
bayang bayang

pada musimku, kini apa bisa
menuai cinta dari rumah ketidakmungkinan
setelah tikungan kesekian kali
di setiap jalan yang kupasang rahasia

selalu saja ku hayati
kesegaran bau bayangmu di dingin
seraya ku gumamkan berulangkali dengan lidahku
"puisiku yang diam, hendak bicara , darimana asmara ada
sebelum darah, lebih jinak dari kata"