kepada cahaya

di ruang inilah aku mengeja bening
segala air yang mendiami tubuh—hidup
seperti kali ini, saat mengaksarakan kerinduan
dan merunuti sejarah penakhlukan rasa
lantas mengenangmu dalam kesahajaan
: di ruang mana kaurebahkan tubuh
saat waktu meniada laju
disebabkan penuh detak nadimu?
aku sunyi dalam nyanyi bisu
mereka buncah rasa—mendiami cinta
di degub jantung berbisik angin
di malam-malam kelana: Dia—Jibril—Muhammad
Aku menyusuri tiap anasir cahaya
di ayat-ayat terang, gelap, dan di antaranya
dan ketika malam beranjak menua
kita masih saja berbincang
tentang burung-burung yang lelap di sarang
menghangati anak-anaknya saat matahari mati cahaya
disepersekian detik nada tercipta
aku terjebak indah di energi kausalitas
yang mengantarkan segala para utusan
merisalahkan perjalanan agungnya
dan setelahnya, aku terbang
menuju ruang tanpa hitungan luas
menjejak di waktu tanpa hitungan detik
di tiap jiwa yang terlahirkan
aku melihat wajah-Nya tersenyum menyapaku
dan aku kian terasingkan oleh tubuh
tersadarkan oleh kabar perjumpaan
yang telah dijanjikan, “Sungguh,
kepadaNyalah semua bermula dan berakhir”
di ruang inilah aku mengeja bening
segala air yang mendiami tubuh—aku mati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar