: langit yang mengerti, langit yang memahami
Sabit bulan masih kupeluk di malam ke tiga ratus tujuh puluh enam. Pun kerlip bintang masih kusimpan sebagai kilau pemikat pengelana di malam-malam. Tak berbeda, tak ada jauh jeda, setelah hujan memaksaku meluruh, entah seberapa jauh. Aku masih bernaung padamu, menggenggam rindu yang tak beralasan.
Dan di pagi hari aku merona, bercermin padamu, mengekor waktu. Merah, jingga, kemudian biru. Kukirim sandi pada mentari. Lambungkan aku kembali ke dekap semestamu, serupa gumpalan suci, mimpi-mimpi kita yang seputih kapas. Aku dan kau --langit. Kita satu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar