Mengenai Saya

Foto saya
My Name : dr. Jopie Artha Alhitya Dane .Spa Kita hanya miliki waktu yang terbatas. Ketika cahaya masih bersinar di atas sebelum kau ditelan gelap Dan aku kembali terlelap Kau hanya semu katanya, tidak pernah nyata Tapi hanya dirimu yang begitu dekat denganku selain Tuhan dan Bundaku.

Senin, 09 Mei 2011

You Must Love Me

"Kenapa tidak putuskan saja dia kalau kau terus menerus disakiti? Bukankah kalian sudah tidak ada kecocokan lagi?." Suara Nana menepis kesunyian malam itu.
"Mengapa harus? Kurasa karena aku mencintainya jadi aku tidak akan melakukan hal bodoh itu," kata Samudra Menegaskan.
Nana mematung mendengar keputusan Samudra. Baru kali ini ia mengenal seorang pria seperti dia. Padahal sudah disakiti berkali - kali oleh tunangannya. Namun, masih saja mengukuhkan hubungan itu dan memaafkannya. Apakah seperti itu kah cinta? Ini sih namanya cinta buta. Atau kah cinta mati? Kalau seperti ini terus, akan kuletakkan dimana perasaanku? Nana membatin.
"Sam, aku mencintaimu...," ujar Nana nyaris tidak terdengar namun tegas. Ia siap jika pria di depannya itu kali ini menamparnya karena tidak tahu diri telah memiliki perasaan kepada pria yang sudah bertunangan dan dua bulan lagi akan melangsungkan pernikahan.
Samudra mengangkat wajahnya dan menatap wajah Nana yang samar karena penerangan lampu kamar yang dibuat remang - remang. Alisnya yang tebal terangkat. Bibirnya mengatup rapat dan rahangnya mengeras.
"Jangan bercanda, Na. Aku tak akan pernah mencintaimu. Kau sahabatku." Samudra menegang.
"Aku sudah menduga jawabanmu ini, Sam. Tapi aku juga tidak bisa terus - menerus membohongi perasaanku sendiri. Aku juga tidak bisa membuang perasaanku kepadamu begitu saja. Aku bersungguh - sungguh dan tidak sedang bercanda." Nana bersuara lagi. Kali ini nada suaranya tinggi.
Samudra tertawa hambar. Seolah semua itu hanya lelucon. "Jangan konyol, Na. Tidak mungkin aku akan menerima cinta sahabatku sendiri."
Nana terpaku. Jawaban Samudra seperti suara petir menyambar - nyambar diatas kepalanya. "Kenapa tidak bisa? Apakah karena kau sudah memiliki tunangan? Oh, demi Tuhan, Sam. Dia telah menghianatimu. Kau harus ingat apa yang selama ini dia lakukan terhadapmu," pekik gadis itu tidak kehabisan akal. Sekuat tenaga ia mencoba meyakinkan Samudra yang telah berubah menjadi batu karang yang kokoh.
"Maaf, Na. Aku tidak bisa." Samudra menunduk. Andai yang mengatakan ini semua adalah Mika. Aku pasti sudah menangis bahagia, batin Samudra.
"Aku mengerti." Nana menunduk lemas. Air matanya sudah mengalir. "Aku harap kau bisa bahagia dengan Mika. Aku... Sebagai sahabat aku akan selalu mendukungmu, Sam..."
".....Terima kasih, Na. Sekali lagi maaf."
Nana menggeleng. "Tidak apa - apa. Aku pergi dulu," pamit Nana bergegas pergi meninggalkan kamar pria itu dan berlari keluar rumah. Di luar sedang gerimis. Nana tidak peduli kalau tubuhnya akan basah. Ia terus berlari dan tiba - tiba saja tersandung batu dan terjatuh. Tangisnya pun menjadi. Tiba - tiba saja seseorang telah berdiri didepannya dan memayunginya. Nana mendongak.
Biru mengulurkan tangannya, membantu gadis itu berdiri. Lalu membiarkannya menangis sejadinya didalam pelukannya. Ia tidak mengatakan apa pun selama Nana menangis didalam pelukannya dibawah payung yang ia pegang. Gerimis telah berubah menjadi hujan yang lebat. Seolah menjadi saksi kepiluan Nana. Mungkin juga Biru. Didalam sela tangisnya, Nana masih teringat akan Samudra yang hatinya sama sekali tak tersentuh sekalipun ia memohon sambil bersimpuh meminta hatinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar